Senin, 13 Februari 2012

Apakah ada pacaran di dalam ajaran Islam?

Apakah ada pacaran di dalam ajaran Islam?

Jawab:

Ada, bahkan Islam mengajarkan pacaran yang cubit-cubitannya dapet pahala, saling tatap dengan pasangannya berpahala, saling membelainya juga dapet pahala. Pacaran macam apa yang Islam ajarkan hingga bisa berpahala? Yaitu pacaran yang sudah diikat dengan pernikahan.

Lalu, bagaimana cara berpacaran bagi yang belum menikah? 

Jawabannya adalah tidak ada. 

Yang bisa dilakukan adalah bersabar untuk tidak mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu itu hanya membawa pada kehancuran. Engga cukupkah contoh yang banyak di sekitar kita tentang perilaku pemuda-pemudi yang berpacaran. Engga sedikit yang stress, mengorbankan banyak materi, moralnya rusak, jangankan yang jadi gila, yang bunuh diri aja ada banyak.

Daripada memikirkan hal yang tak ada manfaatnya itu lebih baik mempelajari Islam dengan baik. Dimulai dari merubah lingkup pergaulan. Islam mengajarkan kita untuk bergabung dengan komunitas orang-orang yang baik. Setidaknya berusaha untuk berkumpul dan berinteraksi dengan orang-orang yang baik akhlak dan pikirannya akan membantu kita dalam memperbaiki diri. Seperti halnya kalo kita sering main sama penjual minyak wangi, pasti kita bakal kena wanginya. Sama juga kalo kita sering bergaul sama penjual arang, bau apeknya juga bakal menempel di pakaian kita. Kurang lebih ibaratnya seperti itu ketika kita bergaul dengan banyak orang. Dan bukan berarti kita disuruh untuk pilah-pilih temen, kita dianjurkan untuk tetap bergabung dengan komunitas yang seenggaknya dari komunitas itu bisa memberikan kebaikan untuk diri kita.

Tapi, bukannya ada pacaran yang positif ya? Hanya berkomunikasi lewat sms, bahkan saling mengingatkan dalam kebaikan seperti mengingatkan tentang waktu shalat dan ibadah lainnya. Kalo kaya gitu gimana, boleh ngga?

Bukannya kita tau bahwa ada pepatah jawa yang mengatakan “Witing trisno jalaran soko kulino”? Yang artinya bahwa cinta itu tumbuh dari ada interaksi yang intensif. Okelah, anggap aja pacaran dengan model yang positif tadi itu baik, tapi yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah bahwa setan itu berusaha menjatuhkan manusia melalui cara-cara yang kreatif, termasuk membungkus keburukan dalam bungkus kebaikan. Seolah-olah baik, namun ujung-ujungnya akan sama.

Siapa yang berani jamin kalo dari hubungan yang awalnya hanya sekedar sms, hanya sekedar mengingatkan, hanya sekedar memberi kabaikan itu akan berujung pada hal-hal yang dilarang? Dari itulah Allah melarang hambaNya untuk tidak mendekati zina. Lho, masa saling menasihati dibilang mendekati zina? Memangnya saling menasihati hanya bisa dilakukan kepada lawan jenis? Sepertinya masih banyak teman sesama jenis yang lebih butuh bimbingan serta nasihat kita.

Intinya sih, 

Bagaimanapun jenis pacarannya kalo belum diikat dengan pernikahan maka akan sama halnya mendekati zina. Dan kita juga tau bahwa zina termasuk dalam daftar dosa-dosa besar. Na’udzubillah deh.
Tetap berdoa untuk dijauhkan oleh Allah dari hal yang dilarang Islam. Mungkin itu tanggapannya, semoga membantu dan bermanfaat. 


Sumber : www.ikhwahgaul.com

Rabu, 08 Februari 2012

Sejarah Pondok PETA Tulung Agung

Sebuah pondok yang di rintis oleh Al Mukarrom romo KH. Mustaqien bin Muhammad Husain, Qoddasallahu Sirrohu sekitar tahun 1930-an. Perjuangan beliau di turunkan kepada putra beliau Hadrotus Syech KH. Abdul Jalil, Qoddasallahu Sirrohu. Syech Mustaqiem wafat tahun 1970 dalam usia 69 tahun. Selanjutnya Syech Abdul Jalil meneruskan dan mengembangkan warisan ajaran-ajaran yang di terima dari ayahandanya dengan menegakkan ajaran-ajaran thoriqoh dan dzikir sirri. Entah kebetulan atau tidak, umur Syech Abdul Jalil sama persis dengan Syech Abul Hasan Asy Syadzili bahkan bulan, dan jamnya. Beliau wafat pada hari Jum’at wage, 26 Dzul Qoidah 1425 / 7 Januari 2005 pukul 02.40. Adalah Syeikhina wa Mursyidina wa Murobbi ruukhina Hadrotus Syech Charir Sholachuddin, Qoddasallahu Sirrohu, yang lebih akrab di sapa Gus Saladin, yang selanjutnya meneruskan panji-panji ajaran ahlussunnah wal jama’ah melalui thoriqoh yang diterima dari ayahandanya.

Berikut silsilah atau sanad thoriqoh Syekhina wa Mur-syidina wa Murobbi ruukhina Hadlrotusy Syekh K.H. Charir Sholachuddin bin Abdul Djalil Mustaqim menerima baiat thoriqot Syadziliyah dari ayahanda beliau sampai pada Syech Abil Hasan as Syadzili:

1. Syekh Abdul Djalil bin Mustaqim, dari ayahanda beliau
2. Syekh Mustaqim bin Husain, dari
3. Syekh Abdur Rozaq bin Abdillah at Turmusi, dari
4. Syekh Ahmad, Ngadirejo, Solo, dari
5. Sayyidisy Syekh Ahmad Nahrowi Muhtarom al Jawi Tsummal Makky, dari
6. Sayyidisy Syekh Muhammad Shoiih al Mufti al Hanafi al Makky, dari
7. Sayyidisy Syekh Muhammad ‘Ali bin Thohir al Watri al Hanafi al Madani, dari
8. Sayyidisy Syekh al ‘Allamah asy Syihab Ahmad Minna-tulloh al’Adawi asy Syabasi al Azhary al Mishry al Mali-ky,dari
9. Sayyidisy Syekh al’ Arif Billah Muhammad al Bahiti, dari
10. Sayyidisy Syekh Yusuf asy Syabasi adh Dhoriri, dari
11. Al Ustadz Sayyid Muhammad ibnul Qosim al Iskandary alMa’ruf Ibnush Shobagh, dari
12. Syekh al ‘Allamah Sayyid Muhammad bin Abdul Baqi’ az Zurqoni al Maliky, dari
13. Sayyidisy Syekh an Nur ‘Ali bin Abdurrahman al Ajhuri al Mishry al Maliky, dari
14. Sayyidisy Syekh al ‘Allamah Nuruddin ‘Ali bin Abi Bakri alQorofi,dari
15. Syekh al Hafidh al Burhan Jamaluddin Ibrahim bin Ali bin Ahmad al Qurosyi asy Syafi’i al Qolqosyandi, dari
16. Syekh al ‘Allamah asy Syihab Taqiyyuddin Abil Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar al Muqdisi asy Syahir bil Wasithi, dari
17. Syekh al ‘Allamah Shodruddin Abil Fatkhi Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim al Maidumi al Bakry al Mishry, dari
18. Syekh al Quthubuz Zaman Sayyid Abul Abbas Ahmad bin ‘Umar al Anshori al Mursi, dari
19.Quthbul Muhaqqiqin Sulthonil Auliya’is Sayyidinasy Syekh Abil Hasan Ali asy Syadzily, Qoddasallahu Sirrohu waa ‘aada ‘alainaa mim barokaatihim wa anwaarihim wa asroo-rihim wa ‘uluumihim wa akhlaaqihim wa nafakhaatihim fid diini wad dun-ya wal aakhiroh, aamiina yaa robbal ‘aala-miin.